Minggu, 04 Mei 2014

ISLAM DAN KOLEKTIFITAS KULTURAL: Islam Sebagai Agama Rahmatan Lil'alamin

Oleh: Abi Husna
Islam Sebagai Agama Rahmatan Lil'alamin
Pada hakikatnya Islam adalah agama rahmat bagi seluruh alam, dimana Islam sebagai agama samawi akan mampu memberi solusi efektif bagi seluruh persoalan manusia baik duniawi maupun ukhrawi. Di samping nilai-nilai religiusitas serta dogma-dogma yang terkandung di dalamnya merupakan esensi dari ajaran Islam yang sacral. Jelas dengan mudah dapat diterima oleh umat yang mengetahuinya. Terbukti pada awal kelahirannya, Islam dalam kurun waktu yang relatif singkat kebenaran risalah illahiyah dapat diterima oleh sebagian besar kaum jahiliah di jazirah Arab, tanpa kekerasan dan interpensi dari pihak manapun.ISLAM DAN KOLEKTIFITAS KULTURAL:
Islam tidak memandang manusia dari sudut manapun, dari bangsa manapun bahkan dari budaya apapun. Hal ini karena strategi penyampaian dakwah Islam sendiri tidak dilakukan dengan radikalisme inklusif, tapi lebih kearah ekslusifisme. Islam tidak mengikis habis seluruh nilai-nilai dan karakteristik (budaya) yang ada diwilayah dakwah, tetapi justru menghormatinya. Seiring dengan itupun Islam meluruskan nilai-nilai tersebut kearah yang lebih baik sesuai dengan syariat, yang sejalan dengan cita-cita Islam sendiri yaitu membentuk masyarakat lebih bermoral sesuai dengan nilai-nilai Islami.  Dan pada akhirnya, Islampun dapat di terima baik oleh kaum-kaum di seluruh pelosok bumi ini dimana mereka telah memiliki karakter dan budaya yang beragam.
Sebagai contoh, jauh sebelum Islam turun di wilayah Arab, masyarakat setempat memiliki kebiasaan tertentu yang menjadi cirri khas dan telah menjadi bagian dari kehidupan mereka. Seperti memelihara janggut, mengenakan serban dikepala, memakai jubah, menunggang kuda/unta, seni berperang, berpindah dari tempat satu ke tempat yang lain, dan lain sebagainya. Setelah Islam hadir ditengah-tengah mereka, agama ini tidak menjadi ancaman bagi budaya tersebut walaupun pada awal nya mereka menolak keras terhadap dogma-dogma yang baru saja mereka kenal, akan tetapi Rasulullah beserta para sahabatnya dapat meyakinkan mereka akan kebenaran yang terkandung dalam risalahnya. Di samping itu Islam tidak memandang skeptis terhadap budaya yang ada. Terlebih, Islam sekaligus sebagai obat hati orang-orang Arab yang dikenal keras dan suka berperang ketika itu. Melihat fenomena yang demikian Sayyidina Muhammad bin Abdullah sebagai seorang Rasulullah SAW. yang dikenal bijak dan mengetahui mana yang benar dan yang dilarang oleh agama tetap mempertahankan nilai-nilai positif dalam budaya tersebut, kemudian selanjutnya apa yang dilakukan dan diamalkan oleh beliau terutama yang berhubungan dengan budaya tersebut dijadikan sebagai sunnah oleh sebagian umatnya sebagai wujud rasa hormat dan kecintaan kepada beliau.
Di Jawa, pada periode pengembangan Islam oleh wali songo, seni pewayangan, kidung jawa, menabuh bedug (alat untuk memanggil massa) dan lain sebagainya merupakan bagian dari kehidupan tradisi masyarakat jawa pada umumnya. Tetapi oleh para wali Songo dijadikan sebagai media dakwah agar risalah Allah yang disampaikan itu lebih masuk kekalangan masyarakat bawah dan diterima dengan baik. Begitupun di daerah-daerah lain yang memiliki ragam budaya yang khas dan berbeda tetapi tetap mempertahankan nilai-nilai positifnya setelah masuknya Islam.
Hal yang paling mendasar dalam Islam adalah menyempurnakan akhlaq manusia dan membentuk moralitas yang lebih tinggi dari makhluk-makhluk lain, baik dimata Allah maupun dimata manusia sendiri. Hal ini sejalan dengan cita-cita dan prinsip Rasulullah; “Innama bu’istu li utammima makarima al-akhlaq”, “sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq”.
Semoga kita dapat menerima perbedaan..!!!Wassalam..


Penulis: Abi Husna

Komca

Terima Kasih telah berkunjung dan membaca artikel ini.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright @ 2013 Komunitas Baca Mata Hati.

Designed by Templateism | MyBloggerLab | Distributed by Rocking Templates