Selasa, 13 Mei 2014

TAHI LALAT DI HALTE BUS

Oleh: Alamalik
Pagi itu gerimis seperti hari sebelumnya. Tahun ini nampaknya musim hujan minta jatah lebih panjang dari biasanya.  Gemercik bunyi atap halte dan bunyi sepatu basah pejalan kaki seolah menjadi irama yang saling berpaut menciptakan ritme khas pada pagi itu.“Ceplak ceplak krenting krenting” dan sesekali di selingi dengan suara klakson angkutan kota “Tooot toot” bagaikan alunan musik. Sehingga membuatku betah berlama-lama di tempat tersebut.
Jalanan yang lembab setengah becek membuatku malas bangkit. Maka kuputuskan untuk menyalakan sebatang lagi. Aku periksa jam dan ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 07.45.  berarti sudah satu jam lebih aku duduk di sini. Dan terhitung 4 puntung rokok berserakan di sekelilingku. Berarti ini kali kelima aku merokok semenjak duduk di sini.

Namun kenapa aku enggan juga untuk bangkit. Padahal 15 menit lagi Mata Kuliah Pak Te*o dimulai. Apa lagi dosen ini terkenal killer dan sadis. Gawat..! bakal kena semprot gledek lagi deh.. apa lagi yang paling menakutkan kalau marah-marah sambil sesekali menggelengkan kepalanya dikombinasikan dengan kumis tebalnya yang naik turun mengikuti gerak bibirnya. Itu artinya beliau sedang marah besar.

Ahirnya setelah terasa panas di bibir, dan sulit untuk di pegang baru aku matikan. Dan the last one, di sakuku tinggal tersisah satu batang rokok lagi.
Baru saja aku berniat untuk bergegas ke kampus, datanglah seorang pria tua duduk di sampingku. Aku pun menatapinya dari ujung kaki sampai kepala. Dan bulatan hitam di hidungnya menarik perhatianku. Semula aku menyangka sisah tauco yang menempel setelah dia menghabiskan sarapannya. Namun ternyata setelah kuperhatikan kembali itu tidak seperti tauco yang biasa aku makan.

Karena penasaran, maka aku putuskan untuk bertanya langsung. “Pak, maaf. Benda hitam yang nempel di hidung itu apa? tauco ya?” tanyaku sok tahu. Lalu sambil menyentuh benda hitam tersebut dengan nada keras bapak tua itu menjawab: ”Ini namanya tahi lalat..! memangnya kamu belum pernah lihat..?” Bapak tua itu balik bertanya. “Belum pernah Pak, aku tak pernah mengira ternyata hewan ini mampu mengeluarkan kotoran lebih besar dari ukuran tubuhnya”  jawabku tegas. “Kenapa tidak segera dibersihkan Pak?”  Tanyaku lagi. Karena menurutku itu sangat menggangu, dan aku tak habis pikir bapak tua itu betah dengan kotoran yang nongkrong di hidungnya. Namun tanpa menjawab, dengan muka sedikit merah bapak tua itu buru-buru pergi tanpa sepatah kata pun.

Tidak lama berselang, seorang wanita sambil menggendong bayi ikut duduk di sampingku. Aku perhatikan anak bayi itu sedang asik mengulum  sesuatu di dada kiri wanita tersebut. Setela aku amati, ternyata benda bulat hitam itu lagi. Bulat dan  hitam mirip seperti yang nempel di hidung si bapak tua tadi alias tahi lalat. Namun yang ini ukurannya sedikit lebih besar dan terletak di bagian dada.  Tanpa basa-basi aku pun mengingatkan wanita itu:  “Itu Bu..!  Anak bayinya  makan tahi lalat..!”

Dan.... 
“PLAK..!!!” sebuah tamparan keras mendarat di pipiku.

Komca

Terima Kasih telah berkunjung dan membaca artikel ini.

5 komentar:

 

Copyright @ 2013 Komunitas Baca Mata Hati.

Designed by Templateism | MyBloggerLab | Distributed by Rocking Templates