Kamis, 15 Mei 2014

STATISTIK BLOG

Rabu, 14 Mei 2014

TUHAN TIDAK TULI


Penulis : Abi Husna

Ratusan bahkan ribuan ensiklopedi kata-kata tersimpan dalam memori otak kita sehingga ketika terjadi sesuatu di kehidupan nyata entah itu yang bersinggungan dengan diri kita atau orang lain, perbendaharaan kata-kata tadi dapat terekpresikan melalui ucapan, tuturan, gumaman, bantahan, sanjungan, ataupun cacian, yang terpenting adalah segala bentuk tektek bengek informasi yang menjejali otak kita dapat dikeluarkan dengan bebas. Kata-kata yang tersusun menjadi beberapa kalimat secara membabi buta keluar dari mulut kita. Hati terasa lega, otak terasa jernih ketika ucapan-ucapan itu keluar dan termuntahkan, serasa membuang kotoran isi perut yang tetahan-tahan kemudian dikeluarkan begitu saja ke dalam closet, sbrooo…ott!! Puaass..!!

Ketauhilah apa yang terucap dari mulut kita itu pada hakikatnya merupakan tanggapan atau balasan (respons) terhadap rangsangan (stimulus) yang ada, karena rangsangan itu mempengaruhi segala bentuk ekspresi pikiran kita. Ketika stimulus mempengaruhi, kemudian pikiran menerjemahkan apa saja yang tersirat di dalam hati. Dan pada saat itulah apakah kita sadar?? bahwa apa yang terucap dari setiap kata yang dikeluarkan dari mulut kita, Allah pun mendengarnya..?!!!



Selasa, 13 Mei 2014

EKSPLORASI

Eksplorasi adalah salah satu bentuk kegiatan KOMCA yang dilaksanakan setiap ahir bulan. Kegiatan ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dan mengasah kreatifitas para anggota komunitas dalam membuat tulisan. Yang menarik dari kegiatan ini adalah masing-masing peserta diharuskan untuk membuat tulisan tentang satu objek yang sama tanpa persiapan sebelumnya, karena objek penulisan sendiri ditentukan bersama di awal kegiatan tersebut.

Spekulasi tentang tema yang muncul pun beragam, dan membuat semua peserta penasaran dan tidak sabar untuk segara mengetahui hasil karya teman yang lain. Bagaimana tidak, perbedaan karakter, background, dan isi kepala masing-masing peserta membuat objek yang semula tampak biasa menjadi karya tulis dengan genre yang bermacam-macam. Karya-karya antik, unik, bahkan aneh terkesan nyeleneh ala komca sekalipun sesekali muncul memecah dominasi karya-karya ilmiah yang terkesan kaku dan monoton. Inilah yang membuat kegiatan eksplorasi ditunggu dan tidak terasa membosankan.


Silahkan klik link di bawah ini untuk melihat karya-karya hasil kegiatan eksplorasi...!

Eksplorasi edisi perdana: Senin, 05 Mei 2014. (TAHI LALAT)

TAHI LALAT

EKSPLORASI EDISI PERDANA: SENIN, 05 MEI 014. 

Objek latihan menulis pada kesempatan perdana kegiatan eksplorasi adalah tahi lalat. Ide ini muncul dari salah satu anggota bernama Abi Husna, ketika sedang berembuk menentukan objek tulisan,  Abi Husna melihat tahi lalat yang dimiliki sahabatnya dan secara spontan Abi Husna mengajukannya agar menjadi objek latihan.

Nah.. Sahabat komca sekalian..! Berikut kita simak hasilnya:


TERIMA

Oleh: Bean

Tengok kanan sunyi …..
Tengok kiri sepi ……
Lihat kedepan hanya terlihat puncak gunung bercampur awan lihat kebelakang tak ada siapapun lihat ke atas hanya ada awan, langit yang begitu cerah berwarna biru. Dan di bawah terdapat rumput yang hijau nan tebal.
Semilir angin yang berhenbus terasa begitu sejuk, kicauan burung-burung, semut-semut yang berjalan, kupu-kupu yang beterbangan, belalang yang berloncatan, alam yang begitu indah. Semesta yang begitu tenang. Pejamkan mata, nikmati nikmati hembusan angin, rasakan… rasakan… rasakan itu semua ….
Dan temukanlah …..
Betapa Indonesia raya ….
Betapa tuhan Maha besar …….

DARI RAKYAT OLEH RAKYAT UNTUK "WAKIL RAKYAT"

Oleh: Alamalik

Dari Rakyat Oleh Rakyat Untuk Rakyat. Siapa yang belum pernah dengar kalimat ini? Ini bukanlah kalimat biasa. Kalimat ini sudah menjadi “Kalimat Sakti” bagi pemerintah untuk membodohi dan “menina-bobokan” rakyat. Semakin dilantunkan semakin lelap dan panjang tidur rakyat. Semakin lama rakyat tidur maka semakin leluasa mereka melakukan konspirasi dan kebijakan-kebijakan yang ujungnya untuk membangun kejayaan mereka sendiri.
Lalu apakah sebenarnya kalimat tersebut, sehingga menjadi bius ampuh untuk rakyat? Dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat adalah asas demokrasi negeri ini. Dimana secara hakikat rakyat secara tidak langsung memegang kekuasaan tertinggi. Melalui lembaga pemerintahan atas nama wakil rakyat (DPR), suara dan aspirasi rakyat di sampaikan agar jadi pertimbangan pemerintah dalam menentukan dan memutuskan kebijakan yang berpihak pada kesejahteraan rakyat.
Dalam Citizenship (Sedarnawati Yasni: 2009) menguraikan bahwa demokrasi dapat dimaknakan sebagai keadaan negara yang dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat yang berkuasa, pemerintahan atas nama rakyat dan kekuasaan oleh rakyat. Hakekat demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, pemerintahan oleh rakyat, dan pemerintahan untuk rakyat.
Namun apakah asas demokrasi ini benar-benar jadi pedoman bagi pemerintah dalam menjalankan roda kepemerintahannya? Apakah wakil rakyat (Anggota DPR) benar-benar berdiri sebagai wakil rakyat dan memperjuangkan hak-hak dan kesejahteraan rakyat? Dan bagaimana penilaian rakyat terhadap kinerja wakil mereka?
Kinerja dpr buruk
Hasil penelitian yang dilakukan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) yang dirilis di Gedung Djoang Jakarta, Kamis (3/4/2014). Melaporkan bahwa rapor kinerja anggota DPR RI periode 2009-2014 dinilai sangat buruk. Dari 519 anggotanya, 83,3 persen dinilai buruk, sedangkan yang dinilai berkinerja baik hanya 6,4 persen, dan 9,8 persen anggota DPR memiliki kinerja cukup. (Anita Yossihara, KOMPAS.com)
Dari hasil analisis di atas, disimpulkan bahwa mayoritas anggota DPR berkinerja buruk. Jika diuraikan ada 318 anggota DPR mendapat nilai sangat buruk, 117 anggota mendapat nilai buruk, dan 51 orang anggota mendapat nilai cukup. Sementara anggota yang dianggap berkinerja baik hanya sebanyak 29 orang. Dan hanya ada  4 orang dari 519 anggota DPR atau 0,8 persen yang berkinerja sangat baik. Artinya kurang dari 10 persen wakil kita yang duduk di sana dengan predikat kinerja  baik.
Namun ironinya, sementara anggota DPR bekerja tidak becus justru mereka memperoleh gaji yang sangat besar. Bahkan yang mencengangkan gaji anggota DPR RI adalah yang terbesar ke-empat di dunia setelah Nigeria, Kenya, dan Ghana. Gaji anggota DPR RI pun jauh lebih besar dari pada gaji anggota DPR di Ameika serikat dan negara-negara maju lainnya.
Peringkat tersebut disusun bukan berdasar jumlah tetapi berdasar perbandingan gaji dengan pendapatan per kapita penduduk. Data gaji anggota DPR itu dirilis oleh Independent Parliamentary Standards Authority (Ipsa) dan Dana Moneter Internasional (IMF). Data ini juga dimuat majalah Economist edisi 20-26 Juli 2013. (Merdeka.com)
Indonesia berada di peringkat keempat dengan jumlah gaji anggota DPR-nya 18 kali lipat dari pendapat per kapita rata-rata penduduk Indonesia. Menurut data Ispa, gaji anggota DPR di Indonesia per tahun adalah USD 65.000.
Kehidupan seorang wakil rakyat pun terbilang glamor dan hedonis. Tidak berlebihan dikatakan demikian,  jika kita menengok kendaraan-kendaraan mewah milik para wakil rakyat. Mobil mewah macam Himmer seharga Rp1,4 miliar, Mercedez Benz seharga Rp1,9 miliar sementara kelas rendah adalah Toyota Harrer seharga Rp660 juta.
Jika sudah begini nampaknya asas demokrasi hanya berupa slogan semata. Toh justru yang mendapat kesejahteraan adalah wakil rakyat, yang berfoya-foya ya wakil rakyat, yang bermewah-mewahan wakil rakyat, dan yang berliubur ke luar negeri juga wakil rakyat. Sementara rakyat hanya kebagian menggaji mereka saja.

Daftar Pustaka
Sedarnawati Yasni, 2009, Citizenship

TAHI LALAT DI HALTE BUS

Oleh: Alamalik
Pagi itu gerimis seperti hari sebelumnya. Tahun ini nampaknya musim hujan minta jatah lebih panjang dari biasanya.  Gemercik bunyi atap halte dan bunyi sepatu basah pejalan kaki seolah menjadi irama yang saling berpaut menciptakan ritme khas pada pagi itu.“Ceplak ceplak krenting krenting” dan sesekali di selingi dengan suara klakson angkutan kota “Tooot toot” bagaikan alunan musik. Sehingga membuatku betah berlama-lama di tempat tersebut.
Jalanan yang lembab setengah becek membuatku malas bangkit. Maka kuputuskan untuk menyalakan sebatang lagi. Aku periksa jam dan ternyata waktu sudah menunjukkan pukul 07.45.  berarti sudah satu jam lebih aku duduk di sini. Dan terhitung 4 puntung rokok berserakan di sekelilingku. Berarti ini kali kelima aku merokok semenjak duduk di sini.

Namun kenapa aku enggan juga untuk bangkit. Padahal 15 menit lagi Mata Kuliah Pak Te*o dimulai. Apa lagi dosen ini terkenal killer dan sadis. Gawat..! bakal kena semprot gledek lagi deh.. apa lagi yang paling menakutkan kalau marah-marah sambil sesekali menggelengkan kepalanya dikombinasikan dengan kumis tebalnya yang naik turun mengikuti gerak bibirnya. Itu artinya beliau sedang marah besar.

Ahirnya setelah terasa panas di bibir, dan sulit untuk di pegang baru aku matikan. Dan the last one, di sakuku tinggal tersisah satu batang rokok lagi.
Baru saja aku berniat untuk bergegas ke kampus, datanglah seorang pria tua duduk di sampingku. Aku pun menatapinya dari ujung kaki sampai kepala. Dan bulatan hitam di hidungnya menarik perhatianku. Semula aku menyangka sisah tauco yang menempel setelah dia menghabiskan sarapannya. Namun ternyata setelah kuperhatikan kembali itu tidak seperti tauco yang biasa aku makan.

Karena penasaran, maka aku putuskan untuk bertanya langsung. “Pak, maaf. Benda hitam yang nempel di hidung itu apa? tauco ya?” tanyaku sok tahu. Lalu sambil menyentuh benda hitam tersebut dengan nada keras bapak tua itu menjawab: ”Ini namanya tahi lalat..! memangnya kamu belum pernah lihat..?” Bapak tua itu balik bertanya. “Belum pernah Pak, aku tak pernah mengira ternyata hewan ini mampu mengeluarkan kotoran lebih besar dari ukuran tubuhnya”  jawabku tegas. “Kenapa tidak segera dibersihkan Pak?”  Tanyaku lagi. Karena menurutku itu sangat menggangu, dan aku tak habis pikir bapak tua itu betah dengan kotoran yang nongkrong di hidungnya. Namun tanpa menjawab, dengan muka sedikit merah bapak tua itu buru-buru pergi tanpa sepatah kata pun.

Tidak lama berselang, seorang wanita sambil menggendong bayi ikut duduk di sampingku. Aku perhatikan anak bayi itu sedang asik mengulum  sesuatu di dada kiri wanita tersebut. Setela aku amati, ternyata benda bulat hitam itu lagi. Bulat dan  hitam mirip seperti yang nempel di hidung si bapak tua tadi alias tahi lalat. Namun yang ini ukurannya sedikit lebih besar dan terletak di bagian dada.  Tanpa basa-basi aku pun mengingatkan wanita itu:  “Itu Bu..!  Anak bayinya  makan tahi lalat..!”

Dan.... 
“PLAK..!!!” sebuah tamparan keras mendarat di pipiku.

PENGARUH TAHI LALAT

Oleh : Bean

Hitam pekat ……
Itulah yang terlihat ketika ku memandangnya ….

Terkadang terdapat rambut ditengahnya, namun lebuh banyak yang tak berambut.
Jika terletak di posisi yang tepat…….
Maka si pemilik akan terlihat sangat manis, atau imut.
Namun jika jumlah dan posisi yang tidak tepat, maka akan terlihat kurang pantas atu jelek.
Tahi lalat merupakan salah satu ciptaan yang Maha Kuasa.
Kita bisa belajar dari tahi lalat.

Jika kita tidak dalam perilaku yang tepat, atau akhlak yang bukan pada tempatnya, maka kita akan terlihat jelek, dan sebaliknya jika perilaku kita berada dalam posisi yang benar atau tepat, maka kita akan terlihat bagus.

Namun sebagai manusia,kita bias merubah posisi kita memjadi lebih baik, jangan seperti tahi lalat, ia tidak bisa merubah posisinya, dan tahi lalat hanya bias dihilangkan. 
Wahai para khalifah bumi ….
Adakah manfaat dari tahi lalat … ?
Jika ada, apa manfaatnya .. ?
Dan kenapa ada tahi lalat … ?
Dan kenapa tidak semuanya memiliki tahi lalat .. ?
Sebenarnya apa yang menyebabkan adanya tahi lalat ? dan apa yang menyebabkan seseorang tidak memiliki tahi lalat ?

Tahi lalat memiliki beberapa mitos yang cukup lumrah beredar di masyarakat.
Yang katanya …
Jika tahi lalat terletak di atas bibir, maka si pemilik tahi lalat tersebut memiliki kemampuan berbicara di atas rata-rata, atau pintar bedebat.
Ada juga yang mengatakan jika tahi lalat terletak di bawah bibir, maka si pemilik tahi lalat tersebut memiliki sifat cerewet atau bawel.

Sebenarnya pengaruh kah tahi lalat terhadap manusia ? jika berpengaruh, maka apa da seberapa besar pengarunya terhadap manusia ?

Selasa, 06 Mei 2014

JANGAN BIARKAN ANAK KITA ATHEIS

Oleh: Abi Husna
 
Peran kedua orang tua sangat menentukan masa depan anak-anaknya. Disamping ayah sebagai pemimpin keluarga begitupun ibu memiliki peranan penting dalam hal pendidikan anak-anak (al-ummu kal madrasatil ula). Betapa tidak, kedekatan anak dengan ibu secara emosional melebihi kedekatannya dengan ayah. Semenjak dalam kandungan sampai lahir kedunia hingga tumbuh dewasa. Kehidupan seorang anak tidak lepas dari peran seorang ibu termasuk keberhasilan pendidikannya.v
Hai orang-orang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu” (QS. Att-Tahrim : 6)



Setiap diantara kalian adalah pemimpin, dan akan diminta pertanggung jawaban”. (al-Hadits)



Usia Emas (golden age).

Setiap orang tua tentu merasa senang menyaksikan anaknya aktif, kreatif, cerdas dan kritis. Tentu hal ini menjadi harapan dan kebanggan tersendiri. Di usia 3 – 5 tahun anak sudah mulai belajar berfikir. Usia ini disebut-sebut sebagai “golden age”. Apa yang ia lihat dan ia dengar dengan cepat akan tersimpan dalam memorinya. Maka jangan heran akan sering muncul pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan apa yang ia lihat, ia dengar dan ia rasakan. Dengan harapan ia dapat memperoleh jawaban yang memuaskan.



Ketika mendapatkan satu jawaban dari setiap pertanyaan yang dilontarkan, ia sudah mampu mengkorelasikan dengan logika yang ia miliki saat itu. Termasuk keingintahuannya tentang Tuhan, ia akan mulai bertanya “siapa Allah? Dimana Allah?.. tentu kita perlu berfikir dalam untuk mencari jawabannya, jawaban yang sederhana, singkat dan jelas cukup membantu menemukan keingintahuannya itu. Dan tentu saja disesuaikan dengan perkembangan nalar anak



Pada usia emas (golden age) mereka tengah memahami dunia yang cukup mengherankan dimata mereka. Menurut Carol Faulkner, Ph.D. seorang psikolog anak mengatakan “anak kecil itu tak ubahnya orang dewasa di negara asing, mereka punya pengalaman dan sensasi baru setiap hari. Terkadang menyenangkan, terkadang membingungkan”. Sekedar contoh saja, hal ini terjadi pada anak saya Husna (3.5 tahun) ia pernah menanyakan hal-hal yang tidak disangka. Dari soal kuping (baca; telinga), keberadaan Allah, tentang surga, sampai soal kematian seseorang.



Berawal Dari Kuping

Husna rupanya menemukan sensasi menyenangkan ketika memegang kuping orang tuanya, bahkan menjelang tidur sudah menjadi ritualnya sehari-hari. Suatu ketika ia bertanya “Abi, kuping beli dimana?”. Saya menjawab “kuping ini pemberian Allah”. Tidak berhenti disini saja ia pasti akan bertanya siapa dan dimana Allah berada. Konsekuensinya saya harus menjawab karena telah memberikan informasi meyakinkan bahwa kuping itu pemberian Allah bukan beli dengan sejumlah uang di toko. Dan benar saja, ia melanjutkan pertanyaan seperti yang saya duga. “Allah ada dimana, bi..?”.



Perlu mencari kata yang tepat menjelaskan tentang ketuhanan untuk seusia dia. Ketika anak bertanya tentang Tuhan, itulah moment yang paling krusial yang dihadapi orang tua. Perlu kehati-hatian dalam menjawab pertanyaan ini. Bila salah sedikit bisa berarti kita menamkan benih kesyirikan dalam diri buat hati kita.



Dimana Allah berada? Jika jawaban Allah itu ada dimana-mana. Khawatir anak akan berfikir Allah itu banyak dan terbagi-bagi. Jika menjawab, Allah ada diatas, di langit, di surga, atau di ‘arsy, hal ini menyesatkan logika dan nalar anak yang belum mampu memahami sejauh itu. bila ada di langit berarti di bumi tidak ada, bila di surga kalau begitu surga lebih besar dari Allah karena Allah ada di dalamnya, berarti prinsip Allahu akbar itu bohong. Seketika itu saya langsung ambil tangannya dan menyentuhkannya tepat di dada. ”Allah itu ada di hati anak yang baik dan sholehah”. Setelah memberi jawaban itu saya merasa lega, mudah-mudahan itu jawaban terbaik yang saya berikan terlepas dipahami atau tidak, yang jelas suatu saat ia dapat berfikir bahwa Allah benar adanya. Saat ini dan mungkin nanti ia masih menyimpan beberapa pertanyaan dalam benaknya. Pada perkembangannya bisa jadi ia akan lebih ingin mengenal Allah pembuat kuping favoritnya itu.



Tentang Kematian

Pada moment tertentu ia menyaksikan suasana yang sungguh berbeda, suasana yang belum pernah ia saksikan sebelumnya. Orang-orang disekitar diliputi suasana penuh duka karena meninggalnya seorang kerabat. Pada saat itu ia menemukan kembali keadaan yang membingungkan. Beberapa orang terlihat menunjukan ekspresi sedih bahkan ada yang menangis histeris, sebagian lagi tampak sibuk mengurus jenazah. Sehingga ia terdorong untuk bertanya; kenapa meninggal, kenapa dikubur, kalau dikubur bagaimana makan dan minumnya, pulangnya bagaimana, dll.



Di usia 3 sampai 5 tahun, anak-anak masih cenderung berfikir imajinatif bahwa kematian adalah perjalanan menuju alam sana, atau kematian itu seperti tidur panjang dan kemudian akan terbangun lagi. Sehingga ia seolah menunjukan kekhawatiran/keresahan tentang bagaimana keadaan orang yang ia kenal itu masuk ke dalam kubur. Menghadapi situasi ini ia akan terjebak dalam kebingungan mengenai kematian. Bagaimana cara orang tua menjelaskan kematian dan bagaimana mereka menjawab tentang kematian kini menjadi sangat penting. Para orang tua harus mulai menyadari bahwa konsep kematian yang dipahami anak akan berubah seiring dengan bertambahnya umur mereka.



Saat menjelaskan kematian, orang tua biasanya harus dihadapkan dengan beberapa fakta seperti penyakit, kecelakaan dan usia tua. Kita bisa memilih informasi yang sesuai dengan kapasitas anak-anak untuk memahaminya. Contoh jika anak berusia 3 tahun ingin tahu mengapa kakek/neneknya meninggal, cukup mengatakan “Kakek/nenek sudah tua, sudah tidak kuat lagi”. Tidak perlu menjelaskan panjang lebar dan mendalam yang hanya menambah kebingungan anak saja. Bahkan penjelasan relijipun tidak selamanya dapat membantu, hanya sedikit dari mereka yang bisa menerima penjelasan seperti “Allah telah mengambilnya..” anak-anak nanti akan kesal terhadap Tuhannya. Atau menjelaskan lebih dalam lagi seperti “Orang-orang yang baik, sholeh dan sholehah setelah meninggal nanti akan masuk surga, disana kita bisa bertemu dengan Allah”, anak-anak akan takut masuk surga karena sebelumnya harus mati dulu.



Jangan biarkan anak kita terperangkap dalam kebingungan, sehingga kebingungan tersebut berlarut yang akhirnya menghasilkan pemikiran apatis setelah dewasa nanti. Kekhawatiran saya ini muncul ketika membaca satu catatan perjalanan seorang mualaf yang menceritakan masa lalunya yang membingungkan semasa kanak-kanak. Walaupun catatat tersebut menceritakan tentang kehidupan seorang mualaf semasa kecil yang tumbuh dilingkungan non-muslim tetapi hal ini patut diambil pelajaran. Setidaknya semua anak mengalami tumbuh kembang cara berfikir yang sama baik muslim maupun non-muslim.



Gene Netto, seorang mualaf asal New Zealand (Selandia Baru), lahir dilingkungan keluarga katolik, ia mengalami kebingungan ketika mencari Tuhan. Saat itu ia berusia 9 tahun, ia bertanya kepada orang-orang terdekat tentang Tuhan namun seringkali mendapatkan penjelasan yang tidak memuaskan. Akhirnya ia berfikir bagaimana ia bisa mendapatkan penjelasan tentang semua hal yang membingungkan. Satu-satunya jalan adalah bertemu langsung dengan Tuhan.



Gene mulai bertutur; “Pada suatu hari, saya menunggu sampai larut malam. Saya duduk di tempat tidur dan berdoa kepada Tuhan. Saya menyuruh Tuhan untuk menampakan diri kepada saya supaya saya dapat melihat-Nya dengan mata saya sendiri. Saya menyatakan bahwa saya siap percaya dan beriman kepada Tuhan kalau saya bisa melihat-Nya sekali saja dan mendapatkan jawaban yang benar dari semua pertanyaan saya. Kata orang Tuhan bisa melakukan apa saja, kalau benar berarti Tuhan bisa muncul di kamar saya. Saya berdoa bersungguh-sungguh dan menatap jendela kamar, menunggu cahaya Tuhan masuk dari luar.



Saya menunggu lama sekali. Sepuluh menit, lima belas menit. Mana Tuhan?. Kata orang Tuhan maha mendengar, berarti sudah pasti mendengar saya. Saya menunggu lagi, dan melihat jendela.. Kenapa Tuhan belum juga datang? Barangkali dia sibuk/ kena macet? Saya lihat jendela lagi. Setelah menunggu sekian lama dan memberi kesempatan kepada Tuhan untuk muncul. Tetapi Tuhan ternyata sibuk pada malam itu dan tidak hadir.



Hal ini membuat saya bingung. Bukannya saya sudah berjanji bahwa saya akan percaya kepada-Nya kalau Dia membuktikan bahwa Diri-Nya benar-benar ada? Kenapa Dia tidak mau menampakkan diri? Bagaimana saya bisa percaya kalau tidak bisa melihat-Nya? Saya menangis dan tidur. Besoknya saya berdoa lagi dengan doa yang sama. Hasilnya pun sama; Tuhan tidak datang dan saya menangis lagi.



Ini merupakan contoh logika anak kecil. Dalam pengertian seorang anak apa yang tidak terlihat, tidak ada. Apalagi sesuatu yang begitu sulit didefinisikan seperti konsep “Tuhan”. Dan pada saat itu, Gene Netto kecil terjerumus dalam kebingungan. Ia memutuskan untuk tidak percaya kepada Tuhan hingga dewasa, sampai akhirnya ia menemukan kebenaran dalam Islam.



Diakhir catatan ini, saya menemukan satu kesimpulan bahwa cara berfikir imajiner terhadap keberadaan Tuhan waktu kecil mempengaruhi persepsi ketuhanan ketika dewasa. Peran orang tua sangat penting dalam membimbing ketauhidan anak sejak dini, sehingga terhindar dari pola pikir yang menyimpang. Jadi, jangan biarkan anak kita A T H E I S..!!! Naudzubillah ..!!!

ARTI SEBUAH TAHI LALAT

Oleh: Malakasinu


Pada tubuh manusia ada satu tanda hitam atau kehitaman, ukurannyapun berbeda-beda tapi pada umunya kecil. Tanda ini ada yang tetap ada juga yang berubah (berkembang semakin besar) apakah gerangan arti atau kontribusi dari tanda tersebut bagi si pemiliknya?

Ada satu hal unik pada tubuh manusia, yang mungkin kita jarang memperhatikannya secara serius yaitu Tahi lalat atau andeng-andeng  (b. jawa). Sekilas secara umum tahi lalat biasa dikenal sebagai  semacam tanda tubuh biasa yang tidak bermakna. Kenapa sesuatu itu (tanda tubuh) dinamai tahi lalat? Bisa ada beberapa kemungkinan. Dalam teori bahasa dikenal ada istilah onomatopea, yaitu penamaan atau penyebutann sesuatu didasarkan pada kemiripan terhadap sesuatu yang lain. Selanjutnya, dalam teori bahasa dinyatakan bahwa penamaan—penandaan—sesuatu tidak berhbungan langsung, artinya tidak ada kaitan terhadap sesuatu yang dirujuknya. Hal ini disebut arbitrer, yaitu sewenang-wenang, jadi yang menjadi dasarnya adalah konvensi pemakai bahasa.
Tapi jangan salah. Kalau kita telisik dan perhatikan sebenarnya ada sesuatu yang menarik dibalik tahi lalat. Tahi lalat ini kadang mengganggu, tapi tak jarang juga malah membantu pemiliknya. Ia justru menjadi pemanis dan bahkan menjadi “trade mark” bagi seseorang. Contohnya actor filem era 80-an yang terkenal dengan tahi lalatnya yaitu Rano Karno. Bahkan anak muda pada masanya, banyak yang berusaha menyerupai dengan cara memberi tanda tubuh yang persis sama dengan idolanya untuk menunjukkan bahwa mereka penggemarnya.
Dari contoh diatas, kita bias telisik ternyata tahi lalat memiliki peran penting bagi identitas sesorang. Secara bilogis tahi lalat merupakan gejala pigmen kulit yang biasa terjadi pada tubuh manusia.
Dalam kajian bahasa ada istilah semiotic, yaitu ilmu yang mempelajari tanda dan atau symbol. Dalam hal ini bahasa adalah salah satu bentuk symbol. Smbol ini tidak hanya berupa bahasa bahkan bias berupa apa saja. Pokoknya setiap sesuatu yang bias menjadi rujukan bagi yang lain. Yaitu sesuatu yang menunjukkan kepada sesuatu yang lain yang disebut makna.
Makna juga bias bermacam-macam tergantung konteks yang melatarinya. Jadi dilihat dari sisi ini tahi lalat merupakan tanda. Dimana makna tanda tahi lalat ini bias bermacam-macam.
Seperti contoh tadi, actor filem ganteng Indonesia era 80-an yang memiliki tahi lalat—dibawah dagu—memiliki makna Rano Karno. Artinya makna tahi lalat yang demikian menunjuk kepada –reference—seseorang yaitu actor yang bernama tersebut. Atau aktris Hollywood  cantik era than 50-an yang bertahi lalat merujuk kepada sesorang aktris yaitu Merlyn Monroe.
Tahi lalat juga bias bermakna “bahaya”, ini apabila kontek tahi lalat yang melingkupinya tidak sewajarnya. Seperti kita kenal ada istilah tahi lalat hidup yang terus membesar sehingga bias mengganggu.
Jadi pada dasarnya, kita tidak bias mengacuhkan hal-hal yang kelihatanya sepele atau bahkan seolah tidak bermakna (tidak ada artinya) sama sekali. Senyatanya, jika kita perhatikan segala hal sebenarnya bias “dibaca” dan memiliki makna. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah, bahwasaanya tidak ada yang diciptakan dengan sia-sia.

TAHI "LALAT" YANG DICINTAI

Oleh : Abi Husna



Apa yang anda fikirkan jika tubuh terkena tahi? Ya.. pertama ada dalam otak kita adalah kotor, jijik, najis dan lain sebagainya. Tak terbayangkan jika kotoran itu nempel di badan, di hidung atau di bibir kita, serta merta dengan cepat kita akan membersihkannya. Tentu kaidah fiqh dengan membasuh 3 kali bisa jadi tidak berlaku, ia akan berkali-kali membasuh layaknya orang obsesif kompulsif/was-was sampai benar-benar yakin kotorannya hilang. Tapi beruntung yang menempel itu hanya tahi lalat bukan tahi ayam, tahi kucing, atau tahinya sendiri.



            Tahi lalat, kata ini sudah melekat dengan tanda hitam di bagian tubuh. Mungkin karena lalat hewan berukuran kecil sehingga tanda yang berukuran kecil di tubuh tersebut identik dengan tahi “nya” lalat. Walaupun tak seorangpun dapat menunjukan bukti bahwa bentuk tahi lalat sama seperti tanda hitam pada tubuh manusia itu, penamaan tahi lalat seolah telah dipatenkan sehingga tidak selalu dihubungkan dengan kecilnya bentuk tanda tersebut. Walaupun faktanya terdapat tanda yang lebih besar tetap saja dinamakan tahi lalat bukan tahi ayam.



Tidak sedikit orang mengiginkan munculnya tahi lalat di bagian tubuhnya, apalagi jika tahi lalat tersebut berada pada tempat yang menurutnya pantas dan enak dipandang. Namun, tidak sedikit pula yang merasa terganggu karena keberadaan tahi lalat di bagian tubuh yang tidak dikehendaki. Sehingga mereka merasa kurang percaya diri sekaligus minder.



Saudaraku yang saya cin tai.. pada kesempatan kali ini penulis mencoba meng-interpretasi-kan tahi lalat dari sudut pandang berbeda. Bila diperhatikan tahi lalat rata-rata memiliki dua karakteristik, yakni berbentuk bulat dan berwarna hitam. Bentuk bulat “O”, kita tahu bentuk ini tidak memiliki ujung serta garisnya tidak menunjukan batas akhir seperti garis vertikal, horizontal, atau lainnya. Siapapun akan lebih merasa nyaman membuat bentuk ini dibanding bentuk lain seperti segi tiga atau segi empat. Walaupun segi tiga dan segi empat memiliki karakteristik yang sama tidak berujung dan tidak tampak batas, namun tingkat kejenuhan bulat lebih rendah dibanding segitiga dan kotak. Coba saja anda lakukan gerakan berputar membuat bentuk bulat secara berulang-ulang di tempat yang sama dan lakukan gerakan membuat bentuk yang lain kemudian rasakan perbedaannya. Analogi di atas menggambarkan bahwa nafsu manusia jika terus diikuti tidak akan berkesudahan. Sedangkan warna hitam pada tahi lalat menggambarkan titik dosa dari nafsu yang tak terkendali dalam diri manusia. 



Tahi lalat pada kenyataannya cukup menarik untuk dilihat, dari bentuknya yang kecil dan menggemaskan apalagi berada pada bagian tubuh yang pas. Karena begitu menariknya tahi lalat, sehingga kita tidak lagi membayangkan jijik dan kotornya tahi. Makna tahi kemudian menjadi bias dan memiliki arti yang lain. Begitupun perbuatan dosa yang digambarkan perbuatan kotor dan munkar terhadap Allah menjadi sesuatu yang menyenangkan.



Maha pengasih Allah yang begitu besar cinta-Nya kepada umat manusia, seberat apapun dosa yang di dilakukan manusia, Allah tidak langsung memberi adzab dengan memberi label tanda dosa pada tubuh si pendosa, sehingga orang-orang disekitarnya dapat mengetahui bahwa ia adalah seorang yang pernah melakukan dosa. Tak terbayangkan jika seorang melakukan satu dosa kemudian mendapatkan satu tanda hitam pada tubuhnya. Kemudian melakukan lagi dosa yang kedua lalu mendapatkan dua tanda hitam dan seterusnya. Tetapi tidak demikian adanya, besar kecil dosa yang dilakukan hanya Allah dan individu pelaku dosa itu sendiri yang mengetahui. Sehingga menurut Al-Ghozali efek dosa yang dilakukan cukup membekas dihati dan kelak akan diminta pertanggungjawabannya di hadapan Allah swt..

Al-Ghozali mengibaratkan hati yang penuh dosa itu dengan cermin kusam dan penuh noda, semakin lama kotoran pada cermin semakin susah untuk dibersihkan. Itulah tanda dosa dalam hati manusia bila analogikan seperti tahi lalat pada tubuh yang semakin membesar dan susah dihilangkan. Namun irronis nya, masih banyak diantara kita yang gemar mengoleksi tahi (baca=dosa) untuk mengkotori diri sendiri. Sehingga tahi-tahi yang berserakan begitu amat dicintai.

Minggu, 04 Mei 2014

ISLAM DAN KOLEKTIFITAS KULTURAL: Islam Sebagai Agama Rahmatan Lil'alamin

Oleh: Abi Husna
Islam Sebagai Agama Rahmatan Lil'alamin
Pada hakikatnya Islam adalah agama rahmat bagi seluruh alam, dimana Islam sebagai agama samawi akan mampu memberi solusi efektif bagi seluruh persoalan manusia baik duniawi maupun ukhrawi. Di samping nilai-nilai religiusitas serta dogma-dogma yang terkandung di dalamnya merupakan esensi dari ajaran Islam yang sacral. Jelas dengan mudah dapat diterima oleh umat yang mengetahuinya. Terbukti pada awal kelahirannya, Islam dalam kurun waktu yang relatif singkat kebenaran risalah illahiyah dapat diterima oleh sebagian besar kaum jahiliah di jazirah Arab, tanpa kekerasan dan interpensi dari pihak manapun.ISLAM DAN KOLEKTIFITAS KULTURAL:
Islam tidak memandang manusia dari sudut manapun, dari bangsa manapun bahkan dari budaya apapun. Hal ini karena strategi penyampaian dakwah Islam sendiri tidak dilakukan dengan radikalisme inklusif, tapi lebih kearah ekslusifisme. Islam tidak mengikis habis seluruh nilai-nilai dan karakteristik (budaya) yang ada diwilayah dakwah, tetapi justru menghormatinya. Seiring dengan itupun Islam meluruskan nilai-nilai tersebut kearah yang lebih baik sesuai dengan syariat, yang sejalan dengan cita-cita Islam sendiri yaitu membentuk masyarakat lebih bermoral sesuai dengan nilai-nilai Islami.  Dan pada akhirnya, Islampun dapat di terima baik oleh kaum-kaum di seluruh pelosok bumi ini dimana mereka telah memiliki karakter dan budaya yang beragam.
Sebagai contoh, jauh sebelum Islam turun di wilayah Arab, masyarakat setempat memiliki kebiasaan tertentu yang menjadi cirri khas dan telah menjadi bagian dari kehidupan mereka. Seperti memelihara janggut, mengenakan serban dikepala, memakai jubah, menunggang kuda/unta, seni berperang, berpindah dari tempat satu ke tempat yang lain, dan lain sebagainya. Setelah Islam hadir ditengah-tengah mereka, agama ini tidak menjadi ancaman bagi budaya tersebut walaupun pada awal nya mereka menolak keras terhadap dogma-dogma yang baru saja mereka kenal, akan tetapi Rasulullah beserta para sahabatnya dapat meyakinkan mereka akan kebenaran yang terkandung dalam risalahnya. Di samping itu Islam tidak memandang skeptis terhadap budaya yang ada. Terlebih, Islam sekaligus sebagai obat hati orang-orang Arab yang dikenal keras dan suka berperang ketika itu. Melihat fenomena yang demikian Sayyidina Muhammad bin Abdullah sebagai seorang Rasulullah SAW. yang dikenal bijak dan mengetahui mana yang benar dan yang dilarang oleh agama tetap mempertahankan nilai-nilai positif dalam budaya tersebut, kemudian selanjutnya apa yang dilakukan dan diamalkan oleh beliau terutama yang berhubungan dengan budaya tersebut dijadikan sebagai sunnah oleh sebagian umatnya sebagai wujud rasa hormat dan kecintaan kepada beliau.
Di Jawa, pada periode pengembangan Islam oleh wali songo, seni pewayangan, kidung jawa, menabuh bedug (alat untuk memanggil massa) dan lain sebagainya merupakan bagian dari kehidupan tradisi masyarakat jawa pada umumnya. Tetapi oleh para wali Songo dijadikan sebagai media dakwah agar risalah Allah yang disampaikan itu lebih masuk kekalangan masyarakat bawah dan diterima dengan baik. Begitupun di daerah-daerah lain yang memiliki ragam budaya yang khas dan berbeda tetapi tetap mempertahankan nilai-nilai positifnya setelah masuknya Islam.
Hal yang paling mendasar dalam Islam adalah menyempurnakan akhlaq manusia dan membentuk moralitas yang lebih tinggi dari makhluk-makhluk lain, baik dimata Allah maupun dimata manusia sendiri. Hal ini sejalan dengan cita-cita dan prinsip Rasulullah; “Innama bu’istu li utammima makarima al-akhlaq”, “sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlaq”.
Semoga kita dapat menerima perbedaan..!!!Wassalam..


Penulis: Abi Husna

Selasa, 29 April 2014

MODEREN YANG BIKIN MODAR

Oleh: Malakasinu
Jika, kalau, atau seandainya moderen itu pengertiannya hanya merujuk kepada wujud fisik dan kemajuan teknologi yang dicapai dari suatu peradaban. Atau jika moderen itu biasa dikaitkan dengan semakin gemerlapnya dunia yang sudah tua ini. Dunia yang semakin keropos dan dipenuhi luka-luka akibat ulah tangan manusia yang katanya berperadaban maju.
Anggap saja moderen seperti itu. Manusia semakin berlaku aneh. Hal-hal yang sebelumnya tidak pernah dikenal atau ada kemudian menjadi ada. Gedung-gedung semakin rapat, hamparan sawah menjadi ladang beton, langit biru semakin pucat, dan masih banyak lagi akibat yang ditimbulkan si “moderen” tersebut.
Kita lupakan sejenak hal-hal yang membuat kita miris. Kini kita beralih  pada moderen yang “seksi”. Bumi yang konon sudah tua dan rapuh ini. Pada kenyataannya, semakin bertambah umur semakin seperti seorang gadis ranum. Seorang belia yang berumur belasan tahun. Yang sedang menebarkan pesonanya dan merajuk siapa saja, sehingga membuat tenggelam bagi siapa yang jatuh ke dalam pelukannya.
Bukankah kita cenderung lebih menyukai hal yang menarik, membangkitkan gairah atau selera. Dunia ini memang indah. Isinya pun indah. Segala kesenangan dapat di peroleh. Di dunia ini, kita pun dapat bersenang-senang, meskipun bergelimang masalah. Bukankah saat bersenang-senang juga adalah masalah. Misalnya kita bermain bola di jalan raya, bukankah itu masalah? Dan tentu itu juga menjadi masalah bagi kita sendiri [disemprot alias dimarahi orang lain, atau diserempet motor misalnya]. Tapi ada slogan yang menarik dari salah satu Perum milik pemerintah yang berbunyi “Mengatasi masalah tanpa masalah”. Seandainya itu benar, kita gadaikan saja hidup kita ke Perum tersebut. Sayangnya belum terbukti.
Anggap saja zaman sekarang adalah era moderen. Yaitu era dimana segala kepuasan, kebebasan, dan kemajuan manusia terus berkembang seperti tidak mengenal batas. Di mana segala bidang mengalami perkembangan yang menakjubkan. Terutama dalam bidang sains dan teknologi. Tidak ketinggalan pula prilaku moderen para penghuninya.
Mungkin kita dapat menyaksikan salah satu atau beberapa ciri-ciri kemajuan itu, misalnya, dari sisi gaya berpakaian. Ada kaum perempuan dalam hal berbusana semakin maju dadanya [memang seperti itu], dikarenakan pakaian yang ia kenakan begitu ketat sehingga entah terpaksa atau sengaja membuat bagian  “itu” nya semakin menonjol. Atau celana yang dikenakan menampilkan wilayah segitiga berbentuk sesuai aslinya. Bedanya adalah ia terbalut pakaian. Ada pula yang berbusana namun seolah ia kekurangan bahan, atau belum selesai dijahit. Sehingga menyisakan sebersit warna putih dibalik sobekan [celah]. Dan hal yang demikian itu, kita pun maklum namanya juga moderen. Bahkan ada yang berpakaian namun bagian “semangka”-nya seakan-akan hendak meloncat dan menerkam setiap lelaki yang memandangnya.
Di era moderen ini, gaya kehidupan pun semakin asyik. Orang dapat melakukan apapun yang ia kehendakinya. Segala macam bentuk hiburan dan kenikmatan disediakan untuk melepaskan kehausan para manusia moderen. Semua hal kian menarik dan menggairahkan sebagaimana era moderen yang semakin seksi dan tak segan–segan tampil erotis. Tak dapat dipungkiri, kita begitu terpikat akan kehidupan moderen ini.
Di era moderen ini, segala yang menghambat pemuasan nafsu dianggap sebagai penghalang kemajuan. Hal yang digembor-gemborkan biasanya adalah kebebasan berekpresi, isu HAM dan hal-hal yang lebih  memberikan keleluasaan bagi berkembangnya kemaksiatan. Anda dapat menyaksikan media masa, baik elektronik maupun cetak semua menawarkan dan dipenuhi kenikmatan semu. Majalah, tabloid hingga koran dipenuhi gambar-gambar yang dapat mengundang “gerimis”. Sekalipun bagi bocah yang masih bau kencur.
Melihat hal seperti di atas, kita menjadi bingung dalam mengartikan moderen yang sebenarnya. Saya pun masih belum mengerti betul [hingga sekarang] apa itu moderen. Sekaligus merasa prihatin. Pernah ku mencoba bertanya kepada banyak orang untuk mencari maksud dari moderen. Namun semua jawaban hampir tidak jauh berbeda. Ada yang mengatakan moderen itu luas pengertiannya. Dan tak jarang pula yang menunjukkan pengertian moderen kepada hal-hal yang seperti telah disinggung di atas.
Sebagai selingan [terserah dianggap iklan juga]. Sekarang sedikit mendongeng. Ada salah seorang dari desa, sebut saja, mang Midun. Ia adalah penduduk kampung yang masih jauh dari bisingnya kehidupan yang katanya moderen. Namun demikian mang Midun dapat merasakan adanya perbedaan antara waktu semasa ia masih muda [kini ia berumur 70 tahun], dengan masa sekarang. Kampungnya termasuk kategori daerah tertinggal, jalan pun belum beraspal. Jalan hanya dipenuhi Lumpur jika musim penghujan datang dan bila kemarau tiba maka batu-batu sebesar kepala akan nampak menyeringai. Yang membuat ia merasakan perubahan adalah dari gaya hidup para penduduknya, terutama generasi muda. Setiap menanyakan apa yang terjadi, ia hanya mendengar selentingan karena sekarang adalah era moderen.
Dulu semasa muda, ia tidak pernah mendapati pemuda yang ditindik telinga atau hidung. Kini hal tersebut mudah saja menjumpai para pemuda seperti itu. Dulu tak ada perempuan yang tampil nyentrik. Sekarang suasana telah berubah. Penampilan para anak gadis desa membuat mang Midun lupa ia sudah berumur mendekati satu abad. Dan itu berarti semakin mendekati kontrak yang telah ditentukan. Mang Midun hanya termangu jika menyadari umurnya itu. Begitulah umur, layaknya jarum menit pada jam. Jika diperhatikan sepertinya ia tidak pernah berpindah. Namun jika kita melalaikannya, tiba-tiba saja sudah berpindah.
            Mang Midun berpikir. setidaknya ia mengenal tentang ekonomi, meski tidak banyak. Sebab selama hidupnya ia berprofesi sebagai tukang Siomay. Tentunya sesuatu yang banyak diproduksi adalah sesuai dengan permintaan pasar, itu menurut teori ekonomi. Tetapi pada kenyataanya menunjukkan hal yang berbeda. Toh, industri yang begituan semakin berkembang pesat.
Dalam kehidupan sehari-haripun ia dapat menyaksikan bagaimana para gadis yang berpakaian. Banyak di antara yang berjilbab, namun dari sisi pakaian lebih pantas mereka melepaskan saja kerudungnya itu. Pikir mang Midun. Namun kini hal tersebut menjadi lumrah dan merupakan pemandangan biasa.
Hal seperti itu tidak hanya terdapat di kota. Bahkan di tempat mang Midun sendiri, yang merupakan desa terpencil. Jalan hanya dipenuhi batu sebesar kepala kerbau yang bertonjolan. Namun keadaan masyarakatnya sudah tidak jauh berbeda keadaannya dengan kota. Tidak sedikit para pemudanya yang sudah bertingkah aneh. Ada yang ditindik hidungnya, telinganya, bahkan ada pula bibirnya. Begitu pula para gadisnya dalam hal berpakaian. Katanya sih mengikuti perkembangan zaman.
            Yang menjadi bahan pikiran mang Midun sekarang, ia masih dipusingkan oleh istilah moderen. Ia sering mendapatkan kata-kata tersebut saat ia menanyakan kepada beberapa pemuda dan pemudi. Suatu saat ia bertanya pada salah satu pemuda yang ditindik hidungnya dan bertato lengannya. Maksud kamu apa sih berpenampilan seperti itu? Pemuda tersebut menjawab dengan antusias, “moderen mang”. Begitu pula tak sedikit jawaban yang diungkapkan oleh para gadis yang berpakaian Ehm …, jawabannya tak jauh berbeda. Katanya modis dan moderen, mengikuti perkembangan zaman. Segala macam prilaku aneh lainnya yang sebelumnya tidak pernah ada dan terjadi, mereka semua menjawab moderen.
            Ada seorang gadis yang berkerudung, namun kaos yang ia kenakan menyisakan pusarnya untuk dinikmati oleh siapa saja yang melihatnya. Ketika ditanya, kenapa ia memakai jilbab. Ia langsung menjawab spontan hal itu dilakukan untuk menutup aurat, ucapnya, sebab bagi perempuan [kata dia] adalah aurat yang mesti ditutupinya (sok teologis bangeet). Waw .mang Midun hanya bisa terpaku mendapat jawaban seperti itu, sesekali matanya menyantap pemandangan dan ia iseng bertanya, kalau yang itu? [sambil menunjuk ke arah pusar] Gadis itu berujar, “ah mamang, mamang kan sudah tua! Mang Midun pun tak kalah gesit, “boleh dong yang tua pun ikut moderen”, balasnya. “Itu sih bukan moderen mang”, timpal gadis itu lagi. “lho kan neng bilang tadi moderen”.

 

Copyright @ 2013 Komunitas Baca Mata Hati.

Designed by Templateism | MyBloggerLab | Distributed by Rocking Templates