Oleh: Abi Husna
“Galau” kata
yang sudah tidak asing lagi ditelinga kita. Dalam KBBI kata ini memiliki
persamaan dengan kacau pikiran, bimbang, bingung, cemas dan gelisah. Kata galau
akan lebih tepat bila disebut bimbang, namun pengertiannya lebih pada arah
bentuk kecemasan seseorang. Nah, mungkin kita sering merasakan itu. Bila
diperhatikan, tidak jarang kita menemui status facebook atau twitter yang
berisi kegalauan dari pemilik akun. Biasanya mereka menunjukkan kegalauan
dengan status mengeluh, menunjukkan diri sedang resah, bingung, dan pikiran
kacau. Apakah galau termasuk gangguan psikologis?
Ya, makanya hati-hati gan jangan sampai kegalauan Agan menjadi kronis.
Kalau sudah kronis apa kata dunia???. Menurut psikologi Islam semua itu erat
kaitannya dengan hati gan. Ga percaya? Tanya aja ke Prof. Dr. Zakiah Darajat,
Wkwkwk...! Menurut beliau, semua gejala ketidaknormalan individu serta Kondisi
perasaan yang tidak menyenangkan seperti frustasi (perasaan tertekan),
konflik jiwa (pertentangan batin), cemas/anxiety (semacam ketakutan
yang amat sangat, tidak jelas sebabnya dan tidak mudah mengatasinya).
Kemudian disamping itu dikenal pula gangguan kejiwaan (psychoneurosis)
dan penyakit kejiwaan (psychosis). semua kelainan tersebut dikatakan
dengan satu istilah saja, yaitu “penyakit hati”.
Nah lho.. Kenapa hati selalu disebut-sebut ya Gan?, dalam kehidupan
sehari-hari misalnya, ketika kita melihat sesorang mengendarai motor dengan kecepatan
tinggi, kita akan berteriak.. hai, HATI-HATI bokat tiba!!! (Baca: terjatuh).
kemudian ada orang mengeluh dengan pekerjaannya; “Sudah capek-capek kerja, Cuma
digaji 100 ribu, Makan HATI..!!. Dan ketika anak muda jatuh cinta kepada lawan
jenisnya ia berkata “aku ada HATI sama dia”, dan lain sebagainya.
Sampai-sampai, Aa Gym juga menawarkan Manajemen Qolbu dalam setiap
dakwahnya. Seberapa pentingkah “hati” itu? Menurut Rasulullah, hati itu
memiliki kedudukan yang sangat penting disamping akal, dan hati dijadikan
barometer baik buruknya seseorang.
ﺍن ﻔﻰﺍﻟﺠﺴﺪ ﻤﻀﻐﺔ ﺍﺬﺍ
ﺼﻠﺤﺖ ﺼﻠﺢ ﺍﻠﺠﺴﺪ ﻜﻠﻪ ﻮﺍﺬﺍ ﻔﺴﺪﺖ ﻔﺴﺪﺍﻠﺠﺴﺪ ﻜﻠﻪ ﺍﻻٰ ﻮﻫﻰﺍﻠﻘﻠﺐ
“Bahwa didalam tubuh manusia ada segumpal daging, jika daging itu baik,
maka baik seluruh tubuhnya, jika rusak daging itu akan rusaklah tubuh, itulah
hati atau qolb”.
Rasulullah menerangkan bahwa kerusakan hati, baik dalam pengertian biologis
(somatis) maupun hati dalam arti psychis membawa kerusakan secara menyeluruh.
Kerusakan dalam diri manusia baik kerusakan badaniyah maupun kerusakan kejiwaan
merupakan sumber suatu penyakit, baik penyakit somatis maupun psychis.
Secara somatis fungsi hati adalah untuk menyeimbangkan darah merah
dan darah putih, jika darah putih lebih sedikit, dan kita terluka maka akan
lama sembuhnya (karena darah putih untuk menutup luka). Sebaliknya, Jika sel
darah merah lebih sedikit dan sel darah putih lebih banyak yang terjadi adalah
kangker darah. Kemudian Hati juga berfungsi untuk koordinasi dengan jantung,
darah yang mengalir dari seluruh tubuh sebelum menuju jantung harus melewati
Hati, karena hati berfungsi sebagai filter darah yang akan masuk ke jantung.
Jika hati rusak maka jantungpun akan rusak.
Meminjam teori kausalitas, Segala sesuatu memiliki sebab akibat, terjadinya
Kerusakan hati pasti ada sesuatu yang menyebabkan hati itu rusak atau sakit,
betul?.
Kenapa orang Arap, ups.. Arab, menamakan hati itu dengan kata “Qolb”,
secara lughowi qolb asal kata dari “qollaba” berarti
berbalik. Jadi suasana atau keadaan hati seseorang itu sangat berpotensi
untuk berubah karena pengaruh dari gejala-gejala yang timbul setiap saat. Bagi
yang memiliki “penyakit hati”, gejala-gajala yang timbul itu akan menjadi beban
yang sangat berat karena ketidaksiapan dalam menerima gejala tersebut
Rusaknya hati dalam arti psikis terjadi karena seseorang mengalami kondisi
kejiwaan yang tidak stabil. Jika terjadi kondisi seperti ini, berarti
hati telah terganggu yang menimbulkan sikap, sifat, dan kepribadian yang tidak
wajar dan aneh. Nah, ketidak stabilan ini memicu berkurangnya kualitas keimanan
seseorang Gan. Ini terjadi karena adanya motif terhadap beban berat yang
dihadapi. Dalam psikologi, motif merupakan penggerak, keinginan, alasan-alasan
atau dorongan-dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu.
Semua tingkah laku manusia pada hakekatnya mempunyai motif. Dengan kata lain,
motif adalah energi dasar yang terdapat dalam diri individu dan menentukan
perilaku.
ketika motif ini muncul di saat kualitas keimanan seseorang berkurang, maka
perilaku yang muncul adalah perilaku yang tidak sesuai dengan prinsip keimanan
yaitu prinsip syahadat, bahkan berpotensi mengarah pada perilaku yang tidak
sehat, ia akan mengabaikan perintah Allah dan Rasulnya, bahkan menjauhkan diri
semakin jauh dari nilai Agama. Maaf gan penulis sedikit religius, kaya ustadz
kondangan di TV, hehe..
ngomongin TV jadi teringat pada acara “on the spot” trans7, ada beberapa
negara yang tingkat bunuh diri warganya paling tinggi, negara-negara tersebut
rata-rata berada dinegara pecahan bekas Unisoviet. Karena tingkat bunuh dirinya
sangat tinggi maka beberapa ahli melakukan penelitian terhadap beberapa
kasus. apa sebenarnya penyebab dari perilaku tersebut? Ternyata eh
ternyata.. ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya bukan karena status sosial,
bukan faktor ekonomi, dan bukan karena konflik interpersonal /memiliki hubungan
yang tidak baik dengan orang terdekat atau orang-orang disekitarnya. Secara
ekonomi ia tercukupi, semua kebutuhan dan fasilitas hidupnya dapat terpenuhi,
tidak harus memikirkan besok bisa makan atau tidak. Tetapi yang menyebabkan ia
melakukan bunuh diri adalah kehidupan yang monoton, aktifitas hidupnya seperti
itu itu saja.
Disini kita bisa lihat dari semua kebutuhan yang ia penuhi ada satu kebutuhan
yang terabaikan, ia tidak menyadari itu, padahal ia membutuhkannya , yaitu
kebutuhan spiritual. Kita tahu Unisoviet itu pemerintahannya menganut
komunisme, sehingga penduduknya dituntut untuk memiliki faham atheis, Tuhan
mereka buang jauh-jauh dari pikiran, mereka kufur terhadap fitrah nya, padahal
disisi lain tanpa ia sadari mereka butuh tuhan untuk membimbing jiwanya.
Jadi gan, pentingnya banyak-banyak membaca syahadat adalah disamping untuk
menjaga kualitas keimanan kita juga sebagai tazkiyatunnafs (penyucian diri),
agar terhindar dari kemungkinan timbulnya stress yang berlebihan
Allah swt. Berfirman; “sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan
jiwanya” (Q.S. As-syams : 9)
Bagaimana mensucikan jiwa ini? jadikan dua kalimat syahadat sebagai psikoterapi
dalam proses terapi diri, tentu tidak hanya membaca saja, kalau hanya sekedar
membaca anak kecilpun bisa ya toh,, jelas dengan mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari. Jadi kalau setiap muslim mampu mengamalkan syahadat tidak ada
orang muslim yang stress.
Firman Allah swt. dalam al-Qur’an:
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang
teguh (kalimat syahadat) itu di dalam kehidupan dunia”
Perlu diketahui bahwa, seluruh perintah Allah swt. yang tertuang dalam
al-qur’an itu bersifat psikoterapi dan seluruh larangan-Nya bersifat psikopatik
(hal-hal yang berhubungan dengan penyakit kejiwaan). Hal ini disinyalir dalam al qur’an:
“Hai manusia, Sesungguhnya Telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan
petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”. (Q.S. Yunus:57).
“Dan kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar (obat)
dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan Al Quran itu tidaklah menambah
kepada orang-orang yang zalim selain kerugian” (Q.S., al Isra’ : 82).
“Katakanlah: "Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi
orang-orang mukmin”. (Q.S., Fussilat : 44)
Allah pun berfirman: “Al Quran Ini adalah pedoman bagi manusia, petunjuk
dan rahmat bagi kaum yang meyakini.
__________________________________________________________
I’tidzar:
*Tulisan ini sebagai muhasabah dan refleksi diri penulis yang tidak luput
dari dosa dan kesalahan. Semoga bermanfaat bagi yang membacanya, Wallahu a’lam
bisshoab.
Wassalam..
sapa kien admine ?
BalasHapus